Agaknya cinta Idrus, 35, pada Rohyati, 40, sudah kadung mendarah daging. Meski sudah bukan lagi istrinya, masih dimonitoooor terus. Saat dengar kabar janda idolanya mau dinikahi tukang ojek, rasa cemburunya bangkit. Satir, 50, situkang ojek itupun ditusuk pisau hingga masuk RSU Saiful Anwar, Malang.
Talak satu telah jatuh, dan surat cerai telah dikeluarkan oleh Pengadilan Agama setempat. Itu artinya hubungan antara Idrus dan Rohyati menjadi ke titik nol, bukan lagi suami istri dan bukan siapa-siapa lagi. Kalau ada kewajiban lain, paling-paling berbagi harta gana-gini, hasil kerja bersama selama dalam rumah tangga. Urusan berbaci cinta, sama sekali tidak boleh lagi dan sangat dilarang agama!
Itu berlaku buat korban cerai pasangan yang lain. Bagi Idrus yang tinggal di Desa Harjokuncaran Kecamatan Sumbermanjing Kabupaten Malang, selembar surat cerai bukan rintangan untuk terus mencintai Rohyati bekas istrinya. Maklumlah, perceraian dulu bukan dialah inisiatornya. Mungkin ada rekayasa politik pihak lain, dan tahu-tahu disidang beberapa kali di Pengadilan Agama Malang, dan istrinya pun lepas dari tangan. Padahal, Idrus masih sangat mencintai wanita yang telah memberikan dua anak tersebut.
Kalaupun dulu istri Idrus terpaksa menggugat cerai, itu karena dia sebagai pemimpin keluarga tak bisa menjaga keseimbangan dalam rumahtangga. Sebagai suami yang bertanggung jawab, mustinya Idrus mampu memberi nafkah lahir batin sama besar porsinya. Yang terjadi adalah: nafkah lahir terlalu sedikit, nafkah batin dibanyakin. Bayangkan, selama jadi bini Idrus, Rohyati hampir setiap pagi harus mandi keramas melulu.
Apakah sih sumber penghasilan Idrus selama ini, sehingga dia tak mampu memberikan jaminan layak bagi keluarganya? Lha ini……; meski sama nama tapi memang beda nasib. Idrus Marham yang di DPR, selain wakil rakyat juga Sekjen Golkar, bahkan belakangan namanya meroket setelah jadi Ketua Pansus Bank Century. Sedangkan Idrus yang di Harjokuncaran ini apa……, pekerjaan tidak jelas, penghasilan juga tak menentu. Kalaupun jadi ketua, paling-paling ketua panitia HUT RI di kampungnya. Apa yang mau dimakan? Tiang bendera?
Hal inilah yang menjadikan grafik ekonomi Idrus – Rohyati tak pernah naik, sehingga lama-lama timbulah wacana dalam keluarga besar istri, agar pasangan itu dimakzulkan saja. Ongkos politiknya tak terlalu mahal, dari pada melanjutkan koalisi permanen yang makin hari hanyalah sekedar nyithak kere (baca: menambah kemiskinan). Dan ternyata, begitu wacana bergulir, lama-lama menggelinding menjadi bola panas dan liar. Akibatnya seperti yang dirasakan Idrus pada akhirnya, dia harus benar-benar cerai dari Rohyati yang masih sangat dicintainya.
Sayang dan cinta Idrus memang tak bergeser, sehingga dia terus memantau perkembangan demi perkembangan bekas istrinya. Dia menjadi cemburu ketika dengar kabar Rohyati mau dinikahi tukang ojek si Satir. Makin cemburu lagi katika ada kabar tambahan bahwa selama ini si tukang ojek sudah biasa tidur di rumah si janda. Sungguh, Idrus tak bisa membayangkan bahwa mantan istrinya telah/akan disetubuhi lelaki lain. “Nolak saya, kok cuma dapat tukang ojek. Apa bedanya….?” kata Idrus bersungut-sungut.
Api cemburu pun makin menjalar ke mana-mana. Dua hari lalu Idrus menyiapkan pisau dan memantau sepak terjang Satir yang akan membail-out bekas jandanya. Begitu terlihat tukang ojek itu mau ke rumah Rohyati, langsung saja diindhik (diintai) dari belakang dan pisau pun ditusukkan ke perutnya hingga urus terburai. Untung pertolongan cepat segera diberikan oleh RSU Saiful Anwar, sehingga nyawa Satir masih bisa diselamatkan. Tapi Idrus sebagai inisiator dan eksekutor percobaan pembunuhan itu, kini meringkuk di Polres Malang.
Yang mau nikah bekas bini, kok ikutan panik!