BUKAN aktivis Golkar bukan aktivis Hanura, tapi Mbah Diro, 64, sangat konsekuen dengan semboyan “lebih cepat lebih baik”. Buktinya ketika memacari janda Lilik, 35. Meski sudah koalisi, belum ada “deklarasi” sudah berani “eksekusi”. Akibatnya si janda hamil nganggur karena Mbah Diro tak mau tanggungjawab.
Orang pacaran ternyata bisa juga dianalogikan dengan partai ketika mencari kekuasaan. Saat doa sejoli menjalin cinta, bisa disebut sedang menggalang koalisi. Ketika semua sudah setuju, mereka pun menggelar deklarasi di depan penghulu, kemudian disusul dengan resepsi perkawinan di gedung atau di rumah. Setelah tamu bubar, barulah diadakan “eksekusi” alias bermalam pertama dalam rangka mbelah duren jatohan.
Di kampungnya Desa Sudimoro Kecamatan Megaluh Kabupaten Jombang (Jatim), Mbah Diro memang kondang sebagai lelaki tua-tua keladi keladi alias makin tua makin menjadi. Kenapa demikian? Soalnya meski usia sudah mendekati kepala 7, masih juga cengengesanmanakala melihat perempuan cantik. Jika hanya sekadar mengagumi, masih mendinglah.
Tapi ternyata Mbah Diro masih demen juga main colek dan senggol. “Teklek nang krikilan, tuwek-tuwek petakilan”, begitu orang mengutuk.
Ternyata Mbah Diro tak hanya rusak di luar, tetapi juga rusak di dalam. Buktinya, ketika anak tirinya menyandang status janda dalam usia belum 40 tahun, bukannya dianggap sebagai musibah, tapi justru menjadi berkah. Bodi dan penampillan Lilik memang sangat aduhai, sehingga setiap melihat anak tirinya keluar dari kamar mandi hanya berbalut anduk, Mbah Diri langsung gonjling miring (setengah gila). Dia membayangkan betap asyiknya bisa mencicipi si anak tiri.
Sebagai lelaki berpengalaman, Mbah Diro memprediksi bahwa dalam status janda sekian tahun, meski Lilik mudah diajak koalisi. Perkiraaannya tak meleset, sebab ketika dicolak-colek, si anak tiri itu memberi respon. Jika ada penolakan, paling bilang: “Nek ibu priksa ora enak lho pak (kalau ibu lihat nggak enak lho pak),” kata Lilik yang sebetulnya juga rindu dekapan seorang lelaki.
Melihat sikap anak tirinya yang demikian, maaf kata, Mbah Diro langsung mengadopsi jargon JK – Win itu. Dengan semangat “lebih cepat lebih baik” dia dengan gagah berani segera menjalin “koalisi” dengan anak tiri sendiri. Celakanya, belum juga digelar “deklarasi”, hari berikutnya langsung Lilik “dieksekusi”. Ternyata si janda tidak menolak, buktinya dia langsung bertekuk lutut dan berbuka paha untuk ayah tirinya. Makin celaka lagi, sang ibu sekali waktu melihat adegan itu juga diam saja.
Tahapan koalisi yang main potong kompas tersebut, tak urung membuat perut Lilik menggelembung. Penduduk pun terheran-heran, bagaimana mungkin janda nganggur kok bisa hamil. Ketika warga mempertanyakan, dengan cepat Mbah Diro memberi keterangan pers. “Oh, itu dia hamil dengan pacarnya yang kini minggat,” kata Mbah Diro enteng.
Warga semakin bertanya-tanya, karena keluarga Mbah Diro juga tak mengambil tindakan, sampai janda Lilik melahirkan. Baru setelah itu warga kembali menggelar klarifikasi. Setelah didesak-desak, Mbah Diri bilang bahwa sebetulnya tokoh pacar Lilik itu hanya fiktif semata. Sebetulnya yang menghamili dirinya sendiri.
Keruan saja warga jadi marah. Mbah Diro dilaporkan ke polisi, termasuk juga istrinya yang membiarkan tindak durjana tersebut. Istri Mbak Diro merasa ada teman ngaplus, sih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar