Si Kakek kurang kerjaan
gambar hiasan |
Aneh Tahroji, 68, ini. Sebagai ketua serikat pekerja, kenapa dia masih kurang kerjaan? Ada janda nganggur dikumpulkeboi, padahal dia masih punya istri. Ny. Wahyuni, 50, sih mau-mau saja, tapi anak lelakinya yang malu. Maka Jatman, 26, pun ambil tindakan. Kakek kurang kerjaan itu ditusuk pisau rahanya, jusss!
Tahroji memang termasuk lelaki aktif dalam organisasi. Dalam usia bukan lagi muda, nyaris mendekati Mbah Maridjan, dia masih dipercaya sebagai ketua SPSI Kecamatan Slogoimo Kabupaten Wonogiri (Jateng). Dan sejak 5 tahun lalu malah, dia aktif pula dalam lembaga non departemen, namanya Partai Karya Peduli Janda. Maklum lah sudah beberapa tahun ini dia ngopeni (memelihara) janda STNK (Sudah Tua Namun Kenyal) asal Desa Biting Kecamatan Purwantoro.
Ironisnya, janda Wahyuni tak dinikah secara resmi, melainkan hanya dikumpul-keboi semata. Bagi lelaki yang pemahaman agamanya sebatas sampai KTP, lembaga perkawinan untuk mengesahkan hubungannya dengan sang janda, dianggap tidak perlu. Baginya, kegiatan bersama Wahyuni selama ini sekadar bentuk kerjasama nirlaba saja. Sini enak, sana kepenak (nikmat), cukuplah itu. Oleh karenanya selama ini, tak pernah ada surat menyurat, tapi buka aurat jalan terus!
Kata sumber yang layak dipercaya, status menggantung seperti ini bukan maunya Tahroji semata. Sebetulnya dia ingin pula menikahi janda itu secara resmi, tapi Wahyuni yang tidak mau dengan alasan takut pensiunan almarhum suaminya hilang. Sebab bagi janda sejumlah anak ini, dalam usia sekritis ini dia tak begitu perlu soal materil, karena yang penting onderdil. Jelas ini sangat menguntungkan Tahroji. Jadi “pengurus” Partai Karya Peduli Janda, ternyata kewajiban politiknya cuma harus rajin mengasup telur mentah campur madu dan merica. Itu saja.
Akan tetapi langit asmara di Wonogiri tidaklah selalu cerah. Sudah beberapa bulan ini Tahroji tak lagi memasok materil dan onderdil pada Wahyuni. Alasannya, dia mulai cemburuan. Nah, gara-gara janda itu ditinggal begitu saja setelah sekian lama diobok-obok, para tetangganya pun mempergunjingkannya. Bahkan Jatman anak sulung Wahyuni diledek sebagai anak yang tak punya harga diri. “Kayu diumpaki, cagake lenceng dhewe. Ibune ditumpaki anake meneng wae (ibu dikeloni anak diam saja),” ledek teman-teman Jatman.
Hati Jatman lama-lama jadi panas, ketika olok-olok itu selalu berseliweran masuk telinganya. Benar juga kata orang-orang itu, masak ibunya hanya dijadikan obyek seksualitas semata, tanpa ada timbal balik yang nyata. Maka ketika beberapa malam lalu dia melihat mantan gendakan ibunya itu berasa di Pasar Slogoimo, darah mudanya pun mendidih. Pisau pemecah es yang dibawanya dari rumah langsung ditusukkan ke rahang Tahroji, juss. Kakek nafsu besar itu pun terjungkal mandi darah, sedangkan Jatman yang hendak kabur ditangkap dan diserahkan ke Polsek Slogoimo malam itu juga.
Tahroji memang termasuk lelaki aktif dalam organisasi. Dalam usia bukan lagi muda, nyaris mendekati Mbah Maridjan, dia masih dipercaya sebagai ketua SPSI Kecamatan Slogoimo Kabupaten Wonogiri (Jateng). Dan sejak 5 tahun lalu malah, dia aktif pula dalam lembaga non departemen, namanya Partai Karya Peduli Janda. Maklum lah sudah beberapa tahun ini dia ngopeni (memelihara) janda STNK (Sudah Tua Namun Kenyal) asal Desa Biting Kecamatan Purwantoro.
Ironisnya, janda Wahyuni tak dinikah secara resmi, melainkan hanya dikumpul-keboi semata. Bagi lelaki yang pemahaman agamanya sebatas sampai KTP, lembaga perkawinan untuk mengesahkan hubungannya dengan sang janda, dianggap tidak perlu. Baginya, kegiatan bersama Wahyuni selama ini sekadar bentuk kerjasama nirlaba saja. Sini enak, sana kepenak (nikmat), cukuplah itu. Oleh karenanya selama ini, tak pernah ada surat menyurat, tapi buka aurat jalan terus!
Kata sumber yang layak dipercaya, status menggantung seperti ini bukan maunya Tahroji semata. Sebetulnya dia ingin pula menikahi janda itu secara resmi, tapi Wahyuni yang tidak mau dengan alasan takut pensiunan almarhum suaminya hilang. Sebab bagi janda sejumlah anak ini, dalam usia sekritis ini dia tak begitu perlu soal materil, karena yang penting onderdil. Jelas ini sangat menguntungkan Tahroji. Jadi “pengurus” Partai Karya Peduli Janda, ternyata kewajiban politiknya cuma harus rajin mengasup telur mentah campur madu dan merica. Itu saja.
Akan tetapi langit asmara di Wonogiri tidaklah selalu cerah. Sudah beberapa bulan ini Tahroji tak lagi memasok materil dan onderdil pada Wahyuni. Alasannya, dia mulai cemburuan. Nah, gara-gara janda itu ditinggal begitu saja setelah sekian lama diobok-obok, para tetangganya pun mempergunjingkannya. Bahkan Jatman anak sulung Wahyuni diledek sebagai anak yang tak punya harga diri. “Kayu diumpaki, cagake lenceng dhewe. Ibune ditumpaki anake meneng wae (ibu dikeloni anak diam saja),” ledek teman-teman Jatman.
Hati Jatman lama-lama jadi panas, ketika olok-olok itu selalu berseliweran masuk telinganya. Benar juga kata orang-orang itu, masak ibunya hanya dijadikan obyek seksualitas semata, tanpa ada timbal balik yang nyata. Maka ketika beberapa malam lalu dia melihat mantan gendakan ibunya itu berasa di Pasar Slogoimo, darah mudanya pun mendidih. Pisau pemecah es yang dibawanya dari rumah langsung ditusukkan ke rahang Tahroji, juss. Kakek nafsu besar itu pun terjungkal mandi darah, sedangkan Jatman yang hendak kabur ditangkap dan diserahkan ke Polsek Slogoimo malam itu juga.